Reads, Makassar – Sri Mulyani hebohkan netizen di Indonesia usai umumkan pembatalan kenaikan PPN 12% melalui Instagram pribadinya yang di posting pada 1 Januari 2025 lalu.
Postingan Menteri Keuangan Republik Indonesia hingga tahun 2029 ini mendapatkan berbagai reaksi dan tanggapan yang didominasi dengan ungkapan kekecewaan dari netizen Indonesia.
Hal ini disebabkan karena isu beredarnya kenaikan PPN 12% ini telah membuat sejumlah pihak menaikkan tarif pada platform maupun pada usaha yang dimiliki.
Bahkan, sudah banyak dari masyarakat yang merasakan dampak dari kenaikan tariff PPN 12% ini.
Ungkapan kekecewaan ini salah satunya diungkapkan oleh akun Instagram @drtanshotyen
“Faktanya ga gitu ibu. Saya baru dapat informasi dr manajemen perumahan, iuran pemeliharaan lingkungan naik karena PPN naik… hayo piye ikiii…” ujarnya melalui kolom komentar.
Tanggapan yang serupa juga diungkapkan oleh @luqman_stark yang mengujarkan ketidakpercayaannya atas pembatalan kenaikan PPN 12% ini.
“Keluarin PER/UU nya dulu baru saya percaya” pungkasnya.
Klarifikasi Sri Mulyani
Menanggapi berbagai kritik dari netizen melalui media sosial maupun petisi yang sering disebarkan, Sri Mulyani memberikan kalrifikasi dan menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12% ini hanya berlaku untuk barang dan jasa yang termasuk kategori mewah.
Adapun pembatalan kebijakan ini diputuskan dengan menimbang berbagai faktor yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
Seperti upaya untuk menjaga stabilitas daya beli masyarakat kelompok menengah kebawah hingga untuk menciptakan keadilan dalam kebijakan pajak antara masyarakat kelas menengah kebawa dan kelas atas.
“Kenaikan PPN 12% ini hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang sudah kena PPnBM seperti private jet, kapal pesiar, dan properti serta barang yang sangat mewah,” jelasnya.
“Pembatalan kenaikan pajak ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus untuk menciptakan keadilan dalam kebijakan pajak bagi masyarakat,” terangnya.
Penerbitan Perpu Baru Tidak Diperlukan
Di sisi lain, Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa penerbitan Perpu yang baru tentang pembatalan kenaikan PPN 12% itu tidak diperlukan dengan tetap mengacu pada dasar pengenaan pajak sesuai pasal 8a UU HPP.
“Pembedanya dari dasar pengenaan pajaknya, boleh nggak? Secara undang-undang itu diatur dalam pasal 8a UU HPP,” sebutnya.
“Jadi dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah harga jual, nilai impor atau DPP lain. Dengan PMK kita menetapkan daftar pengenaan pajak yang berbeda,” tuturnya yang dilansir dari detikfinance.